عَنْ أَبِى زُرْعَةَ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ صلى الله
عليه وسلم قَالَ: حَدٌّ يُقَامُ فِى الأَرْضِ خَيْرٌ لِلنَّاسِ مِنْ أَنْ يُمْطَرُوا
ثَلاَثِينَ أَوْ أَرْبَعِينَ صَبَاحاً
Dari Abu Zur’ah, dari Abu Hurairah, diriwayatkan bahwa
Nabi saw. bersabda, “Satu hadd (hukuman) yang ditegakkan di muka bumi adalah
lebih baik untuk manusia daripada mereka diguyur hujan tiga puluh atau empat
puluh pagi.” (HR Ahmad)
Hadis ini juga diriwayatkan dengan tiga lafal lainnya:
حَدٌّ يُعْمَلُ فِي الأَرْضِ خَيْرٌ لأَهْلِ الأَرْضِ مِنْ أَنْ يُمْطَرُوا
ثَلاَثِينَ صَبَاحًا
“Satu hadd (hukuman) yang dilaksanakan di muka bumi lebih
baik untuk penduduk bumi daripada mereka diguyur hujan 30 pagi (HR an-Nasa’i,
Ibnu Majah dan Ahmad).
حَدٌّ يُقَامُ فِي الأَرْضِ خَيْرٌ مِنْ مَطَرِ أَرْبَعِينَ صَبَاحًا
Satu hadd (hukuman) yang ditegakkan di muka bumi lebih
baik dari hujan 40 pagi (HR Abu Ya’la, Ibnu Hibban dan al-Baihaqi).
إِقَامَةُ حَدٍّ بِأَرْضٍ خَيْرٌ لِأَهْلِهَا مِنْ مَطَرٍ أَرْبَعِيْنَ
صَبَاحًا
“Penegakan hadd (hukuman) di muka bumi lebih baik untuk
penduduknya daripada hujan 40 pagi (HR Ibnu Hibban).
Hadis ini merupakan pujian besar atas penerapan hadd
di muka bumi. Yang dimaksud hadd adalah bagian dari hudûd Allah SWT. Hadis ini
menyatakan betapa besarnya kebaikan dari penerapan hudûd Allah SWT, yakni
penerapan syariah Allah di muka bumi. Sebab, hujan merupakan rahmat dan karunia
dari Allah SWT. Dengan itu Allah SWTmenumbuhkan tetumbuhan yang menjadi rezeki
bagi manusia dan hewan, yang membuat kelangsungan hidup hewan dan manusia
terjaga.
Ungkapan hadd dalam bentuk tunggal (bentuk jamaknya hudûd)
adalah untuk menunjukkan besarnya kebaikan yang akan dirasakan oleh penduduk
bumi dari penerapan hudûd dan syariah Allah SWT. Sebab, jika satu hadd saja
diterapkan di muka bumi membawa kebaikan sedemikian besar, lalu bagaimana jika
yang diterapkan adalah semua hudûd Allah SWT dan syariah-Nya secara menyeluruh?
Dalam hal ini Ibnu Taimiyyah menjelaskan di dalam As-Siyâsah
asy-Syar’iyyah (hlm. 68, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah), “Ragam kemaksiatan menjadi sebab
berkurangnya rezeki dan ketakutan terhadap musuh, sebagaimana ditunjukkan oleh
al-Kitab dan as-Sunnah. Karena itu jika hudûd ditegakkan dan tampak ketaatan
keapda Allah SWT, sementara kemaksiatan kepada Allah SWT, maka berkurang
terealisasilah rezeki dan kemenangan.”
Hadis ini disampaikan dalam bentuk redaksi berita, pujian
atas penegakan hadd Allah SWT di muka bumi. Di dalamnya ada makna thalab
(tuntutan) untuk menegakkan hudûd Allah SWT di muka bumi. Ini juga sejalan
dengan banyak nas dari al-Quran dan al-Hadis yang memerintahkan untuk berhukum
pada hukum Allah SWT dan menerapkan syariah-Nya. Banyak qarînah yang menegaskan
bahwa perintah tuntutan dan perintah untuk menegakkan hudûd Allah SWT, berhukum
pada hukum-hukum-Nya dan menerapkan syariah-Nya adalah wajib.
Hadis ini memberikan konotasi bahwa penegakkan hudûd Allah
SWT di muka bumi itu selain merealisasi kemaslahatan akhirat—karena itu adalah
pelaksanaan dari kewajiban dari Allah—juga akan merealisasi kemaslahatan
duniawi untuk umat manusia. Bukan hanya kemaslahatan biasa, namun kemaslahatan
besar. Besarnya kemaslahatan dan rahmat itu diungkapkan dengan redaksi bahwa
itu lebih baik dari hujan turun 40 hari.
Penegakan hudûd itu bukan sekadar dilaksanakan saja. Hudûd
yang dituntut bukan dilaksanakan ala kadarnya. Akan tetapi, yang hudûd itu
wajib diterapkan secara konsisten, fair dan adil. Sebab, jika hudûd
dilaksanakan tidak secara konsisten, tidak fair, tidak adil, dilaksanakan
secara zalim, menyimpang dari ketentuan syariah, maka akan terjadi kezaliman
dan ketidakadilan. Apalagi jika yang dilaksanakan bukan hudûd Allah SWT, maka
kebaikan besar yang dinyatakan di dalam hadis di atas tidak akan terealisasi.
Sebab, kebaikan besar itu terealisasi hanya dengan penegakan hadd Allah SWT
secara sempurna.
Penegakan hudûd Allah SWT itu meniscayakan keberadaan
penguasa sebagai pelaksananya. Penegakkan hudûd tidak mungkin dan tidak boleh
dilakukan oleh individu atau jamaah, tetapi harus oleh penguasa yang legal
secara syar’i. Penguasa itu dituntut dan diperintahkan untuk menerapkan hudûd
Allah SWT secara konsisten, fair dan adil. Allah SWT menyediakan pahala surga
bagi penguasa yang adil. Rasulullah saw. bersabda:
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِى ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ
الإِمَامُ الْعَادِلُ
…
“Ada tujuh golongan yang Allah naungi dengan naungan-Nya
pada hari tidak ada naungan kecuali naungan-Nya: Imam yang adil … “ (HR
al-Bukhari, Muslim, Malik, Ahmad, at-Tirmidzi, an-Nasa’i dan Ibnu Khuzaimah).
Ibnu Hajar di dalam Fathu al-Barî menjelaskan, “Yang
dimaksudkan adalah pemilik kekuasaan paling besar, juga dikaitkan dengannya
setiap orang yang mengurusi sesuatu dari perkara kaum Muslim, lalu ia adil di
dalamnya. Ini dikuatkan oleh riwayat Muslim dari hadis penuturan Abdullah bin
Amru yang ia marfû’-kan: Orang-orang yang adil di sisi Allah SWT berada di atas
mimbar-mimbar cahaya di sisi kanan ar-Rahman, yaitu orang-orang yang berbuat
adil dalam pemerintahan mereka, keluarga mereka dan orang-orang yang mereka
urus. Penafsiran paling baik dari al-‘âdil bahwa itu adalah yang mengikuti
perintah (ketentuan) Allah SWT dengan menempatkan segala sesuatu pada tempatnya
tanpa melampui batas dan menelantarkan. Imam yang adil disebutkan paling awal
karena keumuman cakupan manfaatnya.”
Sebaliknya, penguasa yang menipu atau pendusta diancam
dengan ancaman keras. Rasulullah saw. bersabda:
ثَلاَثَةٌ لاَ يَنْظُرُ اللهُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: الإِمَامُ
الْكَذَّابُ وَالشَّيْخُ الزَّانِي وَالْعَائِلُ الْمَزْهُوُّ
“Tiga golongan yang Allah tidak memandang mereka pada
Hari Kiamat: Imam yang pendusta, orang tua yang berzina dan orang miskin yang
sombong (tinggi hati) (HR Ahmad, an-Nasa’i, al-Baihaqi, Ibnu Hibban, Abu Ya’la
dan al-Bazzar).
Hadis di atas menguatkan kewajiban penerapan hudûd Allah
SWT, yakni hukum-hukum syariah Islam. Penegakannya secara konsisten, fair dan
adil akan merealisasi kemaslahatan yang sangat besar bagi umat manusia. Karena
itu selayaknya umat Islam berjuang merealisasikan penegakan syariah-Nya
sesegera mungkin.
WalLâh a’lam bi ash-shawâb.

0 komentar:
Posting Komentar